puisi 

Puisi-Puisi Firdaus Akmal

Firdaus Akmal, lahir di Kota Batik Pekalongan, Jawa Tengah pada 11 Oktober 1996. Sejak kecil senang menulis puisi. Sering mengikuti lomba puisi baik tingkat lokal dan nasional. Beberapa kali menjadi juara. Pendidikan Dasar diselesaikan di Kota kelahiran. Kini sedang belajar di Universitas Negri Semarang (UNNES) mengambil jurusan IPS. Bisa dihubungi di nmr ponsel atau WA 0858 7861 7085

 

ANALEKTA SABDA PAWANA

 

Sejenak Aku kamus-kan

dalam lekuk raut wajah dialeg peputra Adam -Hawa :

Sabda lirih angin dari nun pulau kerinduan

yang paling saujana :

Pulau nuraga lilin pembudidaya ketulusan

yang paling nurani

Hingga pendar – pendar doa mengibaskan paksi – paksi setanggi :

menyampaikan bising anyir dahak dari ranjang nestapa

Bau badan berbaring di atasnya bersama sesisa keringat budak kota

Budak yang merupa keledai- keledai pincang

dan bola dadu monopoli

 

Ada langit dalam tajam delikmu

Kilau pisau  merah saga yang memantak kantuk dari jam malam yang perdu

Bagai ujung belati yang menafsirkan angkasa

dari tetes – tetes puting payudara

yang di-elukan bayi –bayi

: Membakar kesangsianku untuk mematung api

 

Sajakku mencium tangan ketulusan yang paling ayah

Rinduku merehatkan lelayar lelah  pada dermaga yang paling rumah

 

Semarang. 6 Maret 2016

 

PLUVIOPHILE

 

Ada yang selalu sederhana memesan hari

Sekadar dalam perjamuan secangkir potret jurai padma

Mengeja nirleka pada aksara prasasti lilin

Tentang bisik gerimis pada maksud lain

(Sejenak)

 

Ada yang selalu sederhana memesan hari

Menunggu malka air dan angin

Berbicara dalam teras yang berjaga

Mengkhususkan menit – menit dalam cermin dan celah jendela

Meranumkan bunga – bunga dalam dada

(Sejenak)

 

Ada yang selalu sederhana memesan hari

Bersandar di beranda

berharap pada tepi siang langit mengirimkan gerimis

Melabuhkan layar – layar lelah

(Sejenak)

 

Ada yang selalu sederhana memesan hari

Memecah riuh dalam tangan – tangan pelukis

Me- reka  warna pada muka – muka pualam

Hingga merupa basah tanah

(Sejenak)

 

Semarang , 8 Pebruari 2016

 

PAGI YANG PALING PAGI

 

Dimana kita berada di bawah pohon – pohon

Kita membaca segala yang ditulis peluh dan keruh

Kita berkaca pada suara – suara kepak neon – neon

 

Mengudara !

Segala niscaya yang mewarkan keadaan

Pada paksi – paksi yang berpendar

Menyemburat di sudut – sudut yang mampat

Kita menamai pagi dan puisi

 

Mengudara !

Dan musim – musim yang berganti baju

Pada asa nihil yang dipenuhi ganjil

Kita membenahi proyektor katarak

dan pertanyaan yang merupa kubus :

runcing- taring yang menghunus jangat yang kurus

cacing – cacing menggeliatkan kata – kata

 

Langit menjadi tanah :

Bersujud memesan doa yang memagut

 

Semarang, 6 Mei 2016

 

Related posts

Leave a Comment

seventeen + 7 =